Dialog Ali ibni Abi Thalib kw Dengan Kaum Nasrani

Menurut satu riwayat pada masa kekhalifahan Abu Bakar, datang satu utusan dari negeri Rome ke Madinah. Di antara mereka yang hadir terdapat seorang pastur Nasrani. Pastur itu datang ke mesjid Rasulullah SAWW. Sambil membawa kantong yang berisi emas dan perak. Di dalam mesjid terdapat Abu Bakar dan beberapa sahabat dari Ansar dan muhajirin. Pastur itu masuk dan mengucapkan salam serta melihat dengan saksama wajah para sahabat.

Lalu pastur tersebut berkata, “Mana di antara kalian yang menjadi khalifah Rasulullah dan penjaga agama kalian?”

Maka ditunjuklah Abu Bakar seraya pastur itu mendekatinya dan berkata, “Wahai tuan, siapa namamu?”.

Abu Bakar menjawab, “Atiq.”

Pastur terus menyoal, “Kemudian apa lagi?”

Abu Bakar menjawab, “Shiddiq.”

Pastur terus menyoal, “Kemudian apa lagi?”

Abu Bakar menjawab, “Aku tak tahu nama selain itu!”

Pastur berkata, “Anda bukan yang aku cari.”

Abu Bakar bertanya, “Lalu apa yang kamu cari?”

Pastur berkata, “Aku dari negeri Rome dan aku datang membawa kantung berisi emas dan perak. Aku ingin bertanaya kepada penjaga umat islam tentang beberapa masalah. Jika dia dapat menjawab maka aku akan masuk Islam dan mentaati perintahnya dan hartaku di hadapan kalian akan aku berikan kepadanya. Tetapi jika dia tidak dapat menjawabnya maka aku akan kembali ke negeriku dan tidak akan masuk Islam.”

Abu Bakar berkata, “Bertanyalah sesuka hatimu.”

Pastur berkata, “Demi Allah, aku tidak akan berbicara sebelum anda memberiku jaminan berada di dalam keadaan aman dan dari kemarahan teman-temanmu.”

Abu Bakar berkata, “Aku jamin keamanan kamu dan tidak akan apa-apakan kamu, tanyalah apa yang ingin kamu ingin mengetahui”.

Pastur berkata, “Beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang tidak Allah miliki, sesuatu yang tidak ada pada Allah dan sesuatu yang tidak Allah ketahui?”

Abu Bakar gementar dan tidak mampu menjawab. Kemudian pastur itu bangun hendak keluar.

Lalu Abu Bakar berkata, “Wahai musuh Allah, sekiranya kita tidak membuat perjanjian tadi, nescaya aku basahi tanah ini dengan darahmu!”

Kebetulan Salman Al-Farsi ada di situ dan beliau bangkit dan pergi mencari Ali bin Abi Thalib yang sedang duduk bersama Al-Hasan dan Al-Husin di dalam rumah. Salman menceritakan kejadian yang baru saja terjadi kepada Ali. Maka Ali bangun dan pergi bersama Al-Hasan dan Al-Husin ke mesjid. Ketika orang ramai melihat Ali, mereka bertahmid dan mereka segera mendekati Ali.

Ali masuk dan duduk.

Lalu Abu Bakar berkata, “Wahai pastur, tanyalah kepadanya. Dialah temanmu yang kamu cari.”

Pastur pun menghadap Ali dan berkata “Wahai lelaki, siapa nama kamu?”

Ali menjawab, “Namaku di kalangan Yahudi ialah Ilyan dan di kalangan Nasrani ialah Ilya. Sedang menurut ayahku namaku adalah Ali dan menurut Ibuku nama aku adalah Haidarah.”

Pastur bertanya lagi, “Apa hubungan kamu dengan nabimu?”

Ali menjawab, “Dia adalah saudaraku, mertuaku, dan putra pamanku.”

Pastur berkata lagi, “Kamu adalah temanku demi Tuhannya Isa. Beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang tidak Allah miliki, sesuatu yang tidak ada pada Allah dan sesuatu yang tidak Allah ketahui?”

Ali menjawab, “Kamu telah menemui seorang yang ahli. Yang tidak Allah miliki ialah bahawa Allah Maha Esa, tidak memiliki isteri dan anak. Sesuatu yang tidak ada pada Allah ialah perbuatan zalim terhadap sesiapa (dan apapun). Dan sesuatu yang tidak Allah ketahui ialah Allah tidak mengetahui akan adanya sekutu bagi Nya dalam kerajaan-Nya.”

Pastur itu bangun dan lalu memegang kepala Ali dan menciumi antara kedua matanya, seraya berkata, “Aku bersaksi bahawa tiada tuhan selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah dan kamu adalah pengganti dan penjaga umat Islam. Kamu adalah sumber agama dan hikmah. Aku telah membaca dalam Taurat namamu Ilyan dan dalam Injil adalah Ilya. Aku yakin bahawa kamu adalah pewaris nabi dan pemimpin. Kamu lebih layak di tempat ini dari orang lain. Beritahu kepadaku bagaimana keadaan kaummu?”

Ali menjawab pertanyaan itu dengan sebuah penjelasan. Lalu pastur itu bangun dan menyerahkan seluruh hartanya kepada Ali dan kemudian pastur itu pulang kepada kaumnya dalam keadaan beriman dan Islam.